Jumat, 04 Januari 2013

Report; Pengajian Zine #1 at Rumah Kayu


Pengajian (baca:pengkajian) Zine merupakan kegiatan berkala mengkupas, mengkaji, berbagi pendapat serta cerita melalui  medium zine, newsletter dan berbagai media lieterasi lainnya.


Diskusi dimulai ketika Ika Vantiani (Peiniti Pink, Setara Mata dan Puncak Muak) membuka perbincangan dengan menanyakan kembali makna dari zine serta banyaka penggiat media alternatif yang tidak menasbihkan medianya sebagi zine, meskipun mempunyai spirit  yang sama. Di Indonesia sendiri ada kecendrungan zines  diproduksi,  dikonsumsi dan didistribusikan  oleh scene HC Punk. Fakta tersebut tidak terlepas dari faktor historis awal kehadiran zines di Indonesia yang masuk melalui subkultur punk. Selain itu minimnya akses informasi, diskusi dan workshop mengenai zines yang terbilang telat di luar skena HC Punk, membuat para penggiat skena di luar lingkup tersebut, kurang memiliki kesadaran inisiatif untuk membuat media komunitasnya sendiri.

Padahal jika dibandingkan dengan kolektif, penggiat dan distributor zine di negara lain, varian media literasi di sana terbilang variatf dari musik, sci-fi, kuliner, sastra, olahraga hingga hal – hal yang berhubungan dengan fetishMemang tidak bisa kita pungkiri bahwa banyak individu dan kolektif  di Indonesia yang membuat semacam media komunitas, grafis serta literasi. Namun tidak menamakannya sebagai zine (walaupun secara etika memiliki kemiripan RCA dengan zine, namun kebanyakan tidak menamakan dirinya zine). Namun saya pribadi memandang  hal di atas sudah teralu lelah untuk dibahas.


Selanjutnya beberapa partisipan pengajian saling mempresentasikan/bertukar cerita mengenai zines yang diproduksinya. Dimulai dari Bebe  (Ceumangat Eaaa dan Doleng zines) yang menggunakan medium zines untuk mengenalkan program – program kegiatan IM Books dan Array Madness (Chrust zines) yang memfokuskan pada wacana kesiapan SDM di Indonesia mengenai legalisasi ganja, manfaat hingga karakteristik para pengkonsumsinya. Untuk pembahasan Chrust cukup seru, karena banyak partisipan yang menggiring pada LGN (Lingkar Ganja Nusantara) yang sedang ramai akhir akhir ini serta menanyakan bagaiman respon dari para pembaca dan juga LGN. Tak ketinggalan juga Ika Vantiani berbagi cerita mengenai media dan distribusi yang pernah dijalankannya yaitu Peiniti Pink (pengarispan dan distibusi media alternatif), Setara Mata (zines) dan Puncak Muak (zines).

Sebelum Peniti Pink (selanjutnya disingkat Pepi), sebenarnya sudah ada Taring Padi yang membuat dan mendistribusikan zines beserta katalognya. Namun dikarenakan disitribusniya yang terbatas (hanya sekitaran Yogyakarta dan kawan kawan terdekatnya saja) sehingga menyebbabkan advertnya tidak teralu besar. Sementara Pepi dalam pola dan environment distribusinya terbilang luas, sehingga banyak yang menganggap Pepi sebagai penanda disitribusi media alternatif di Indonesia.


Namun sayangnya diskusi seru ini sebagian besar hanya dihadiri oleh para penggiat scene HC Punk. Padahal akan lebih seru dan menarik tatkala mendengar respon serta  cerita dari orang – orang di luarscene HC Punk atau yang masih awam mengenai wacana ini. Ok, tunggu saja edisi selanjutnya dari Pengajian Zine  yang rencananya akan dihelat pada bulan Desember.

Oleh Audry Rizky Prayoga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar