Hahahahaha..fakk..ini
apa siiiiihhh?
Tenang, jangan
bingung. Itu hanya reaksi pertama saya saat menemukan kembali sebuah zine yang
terkubur diantara timbunan catatan masa kuliah dulu. Jujur saja, saya cukup
terkejut mendapatkannya kembali. Zine yang ada di genggaman tangan saya ini
memiliki judul Inkoherent Nutritionist. Jujur saya tidak yakin apakah ini nama
zine nya atau bukan, saya menyimpulkan demikian karena kata Inkoherent Nutritionist
ditulis dengan ukuran font yang paling besar, besar kemungkinan itu nama zine
nya. Anggap saja asumsi tersebut benar adanya, maka hal ini mengingatkan saya
akan sebuah record dengan nama yang mirip, hanya saja ditambah sisipan DIY di
tengah nya. Beberapa tahun ke belakang (mungkin 4-5 tahun) sebelum zine ini
muncul, ada sebuah record yang merilis benefit album untuk band-band yang
touring ke Indonesia. Salah satu yang saya ingat adalah rilisan dari Baracka.
Mungkin namanya memang sama karena otak di belakang nya sama, mungkin pula
hanya sebuah kebetulan atau bahkan mungkin ini sebuah konspirasi makhluk luar
angkasa.
Zine ini sangat
menarik, setidaknya bagi saya pribadi, karena formatnya yang berupa photo zine.
Belum banyak zinester yang menggunakan konsep ini, terlebih lima tahun ke
belakang. Sampul depan nya yang berupa kolase foto dari beberapa orang
menunjukkan gambaran mengenai seperti apa konten di dalam nya. Oya, di sampul
depan juga tertulis ‘scene edition’, jadi mungkin kalian sudah dapat menebak
apa isinya dan siapa orang-orang yang wajahnya menghiasi sampul depan tadi.
Kalau kalian menebak ini adalah serupa foto-foto panggung seperti pada umumnya
zine lain, maka bersiaplah untuk kecewa. Disini kalian hanya akan mendapatkan
foto individu ditambah satu atau dua buah nama yang menunjukkan keterlibatan
mereka dalam skena. Ups lupa, terdapat pula tiga buah nama band yang saya
curigai sebagai rekaman atau band yang sangat mempengaruhi mereka. Ya, mungkin
itulah yang dimaksud dengan ‘Three Records Issue’ di sampul depan.
Baiklah, mari
kita sedikit membahas tentang zine ini karena seharusnya sejak awal saya
menulis ini sebagai sebuah review, walaupun saya adalah murni penikmat yang
jarang sekali menilai. Jika kalian termasuk dalam golongan orang yang hanyut
dalam arus pergerakan subkultur di Bandung, maka tentunya zine ini akan sangat
menyenangkan untuk dinikmati. Jika kalian adalah penggiat skena subkultur, maka kalian akan tersenyum atau
bahkan tertawa melihat tampang kawan-kawan kalian disana. Tetapi jika kalian
sama seperti saya yang hanya menikmati arus tanpa terlibat didalamnya, mungkin
zine ini akan menjadi lebih berkesan. Bagi saya pribadi, membaca zine ini
merupakan sebuah upaya semu untuk mendekatkan diri saya dengan mereka yang
selama ini berjarak terlalu jauh. Berjarak karena perbedaan posisi antara
penggiat dan penikmat. Jika kita sering mendengar kalimat “tak kenal maka tak
sayang”, mungkin seperti itulah zine ini ingin memperpendek jarak yang ada.
Sehingga kita yang selama ini hanya mengagumi, akhirnya berkesempatan untuk
mengenal lebih dekat mengenai mereka walaupun hanya melalui perspektif yang
sangat sangat umum.
Tentang Jarak Saya/Kita dan Mereka
Mari kita bahas
ini dari sisi penikmat. Zine ini memuat wajah-wajah orang yang tidak asing bagi
saya. Benar, sudah cukup lama mungkin saya menjalani peran sebagai penikmat
geliat subkultur di Indonesia, khususnya di Bandung. Mereka yang wajahnya
ditampilkan dalam zine ini adalah mereka-mereka yang menyandang label tokoh,
setidaknya bagi saya. Tokoh-tokoh yang mewarnai tumbuh kembang saya sejak belia
hingga agak dewasa. Tokoh-tokoh yang harus diakui, dapat saja saya jajarkan
dalam barisan pahlawan masa muda saya. Berlebihan? Mungkin saja. Tetapi cobalah
kalian sadari, ada berapa banyak individu seperti saya? Mungkin ada ribuan dari
kita yang setia berada dalam barisan penikmat yang akan terus berjarak dengan
mereka. Jarak inilah yang akan menciptakan perlakuan berbeda. Bagi mereka
sesama penggiat, jarak tentunya akan berada dalam rentang sedang hingga sangat
dekat. Rentang jarak ini adalah rentang jarak pertemanan, sehingga relasi nya
lebih cenderung horizontal. Sementara bagi para penikmat, relasi nya akan
cenderung menjadi vertical, karena rentang jarak antara penikmat dan penggiat
biasanya akan berada pada kategori jauh atau sangat jauh. Inilah yang menjadi
penjelasan logis bagi saya mengapa saya memposisikan mereka sebagai tokoh,
pahlawan masa muda, idola, role model atau apapun namanya.
Jarak ini
tentunya sengaja saya pelihara. Terkadang akan sedikit menyakitkan jika saya
harus mengetahui kehidupan mereka yang sesungguhnya. Selalu ada kemungkinan
dimana ada saja satu dua hal dari mereka yang kurang saya suka, itu yang saya
tidak mau. Sangat manusiawi sesungguhnya, dimana saya menyadari bahwa tidak
mungkin saya menyukai semua aspek kehidupan dari seseorang. Tidak akan pernah
ada figur yang seratus persen ideal dalam diri seseorang, siapapun itu. Tetapi
coba pahamilah ini dari kaca mata seorang penikmat. Disini saya tidak sedang
memilih pasangan hidup, peran dimana kita suka tidak suka dituntut untuk
menerima figur dengan segala ketidaksempurnaannya. Disini saya sedang memilih
figure idola, tentunya saya cukup melakukan inventarisasi mengenai apa-apa saja
dari mereka yang saya anggap keren. Begitulah saya tegaskan lagi akan
pentingnya memelihara jarak. Saya sama sekali tidak menginginkan ada cela dan
cedera dalam figur idola saya.
Tentang Mereka
Mereka yang
menyandang gelar tokoh tersebut, saya sadari sepenuhnya adalah manusia biasa
seperti halnya saya. Memang benar, seperti yang saya ceritakan diatas, saya
membutuhkan mereka sebagai figur panutan. Tetapi saya rasa perlu saya tegaskan
bahwa pengidolaan versi saya tentunya bukanlah serupa pengkultusan berhala
sebagaimana mereka memperlakukan idola pada kultur popular. Harus kalian
pahami, jarak yang saya pelihara bukanlah untuk menjadikan mereka manusia
super. Jarak tersebut memiliki batas toleransi yang mengijinkan saya untuk
tetap mengaguminya sebagai sesama manusia. Hal ini mungkin yang tidak dimengerti
oleh sebagian penikmat lain. Intinya, jika harus memposisikan idola sebagai
berhala, maka silahkan beranjak ke kultur populer. Disini adalah sebuah
subkultur, pengkultusan apalagi hingga status berhala bukanlah opsi yang
menarik bagi pelaku nya.
Zine ini,
Inkoherent Nutritionist, menampilkan para idola dalam sisi mereka yang lebih
humanis. Menunjukkan sisi yang tidak banyak dipahami oleh saya dan kawan-kawan
lain yang berjarak terlalu jauh. Sisi yang senantiasa mengingatkan saya untuk
tidak lantas terjebak dalam pola pengkultusan ala budaya populer. Disini Frans
(setidaknya itulah identitas yang dia sebutkan) berhasil menangkap mereka dalam
sebuah frame yang manusiawi dan membumi. Dia berhasil menangkap berbagai emosi
yang terpancar dari wajah mereka, terlepas itu semua natural atau artificial.
Dia juga berhasil menerjemahkan keseharian mereka melalui sebuah foto.
Sepertinya disini saya dipaksa untuk sepakat bahwa sebuah gambar mampu
melukiskan ribuan kata dan jujur saja, dia berhasil. Jika selama ini saya
melihat mereka dengan gagah diatas panggung, sangar dalam liputan dan keren
dalam wawancara, maka disini saya bias merasakan hal yang sama sekali berbeda.
Kembali menyoal jarak, foto-foto yang disajikan dalam zine ini berhasil
memperpendek jarak antara saya/kita dan mereka. Berhasil membuat saya sejenak
merasa bahwa saya adalah sesama penggiat. Berhasil sesaat menggiring saya dalam
sensasi jarak menengah dan dekat, tidak lagi jauh seperti yang sesungguhnya.
Sungguh menyenangkan.
Tentang Hari Ini
Lima tahun
terlewati sejak pertama kali saya membaca zine ini. Lima tahun. Sebuah waktu
yang cukup lama walaupun mungkin tidak terasa. Banyak yang telah berubah dalam
lima tahun, walaupun tidak sedikit yang tidak berubah. Lihat bagaimana
teknologi berubah dalam lima tahun ini. Berubah, pesat bahkan. Lihat bagaimana
histeria menjelang Pemilu. Tetap sama, memburuk bahkan. Hal yang sama terjadi
pada saya. Hal yang sama mungkin terjadi pada para idola saya tadi.
Berkurangnya intensitas saya menyaksikan mereka berlaga di atas panggung
menjadikan jarak yang dulu sudah jauh, kini kian tidak terjangkau. Hanya
sesekali saya melihat beberapa dari mereka dalam sebuah liputan di televise
lokal. Sepintas banyak yang berubah dari mereka. Setidaknya dari raga yang kian
menua.
Seandainya ada
dari kalian yang mengenal Frans Ari Prasetyo yang membuat zine ini, sudilah
kalian sampaikan permintaan saya padanya. Saya sangat ingin melihat Inkoherent Nutritionist : Three Records
Edition #2 ; Scene Edition ini dibuat ulang dengan kondisi sekarang. Saya
begitu terasing sekarang. Begitu datar dan membosankannya kehidupan saya saat
ini. Saya begitu merindukan kabar para idola saya. Ingin sekali lagi saya
merasakan indahnya sensasi memperpendek jarak antara penggiat dan penikmat.
-
Reviewer: Jagal Babi
Terimakasih atas informasinya Obat Radang Pita Suara
BalasHapus